01 September 2008

Puasa dan Pencobaan : A Lifelong Battle




Refleksi atas kisah pencobaan Yesus dalam Matius 4:1-11


Pencobaan dan godaan ada di mana-mana di sekitar kita. Bahkan juga di dalam diri kita! Iblis bisa menggunakan siapa saja sebagai sumber godaan, bahkan menggunakan pikiran dan emosi kita sendiri. Pernahkah rekan-rekan digoda untuk marah-marah kepada orang yang bersalah kepada kita? (Saya memakai kata “marah-marah” untuk membedakannya dari “marah” … hehehe, tahu kan maksudnya?) Nah, padahal kita tahu bahwa saat kita marah-marah, itu akan menutup karya Allah dalam diri kita yang mengajak kita untuk mengampuni kesalahan orang lain. Bayangkan kalau itu terjadi pada godaan-godaan yang lebih besar … hubungan yang sedang “dingin” dengan istri/suami menggoda kita untuk selingkuh … kebutuhan hidup yang kian mendesak menggoda kita untuk korupsi atau mencuri … problema hidup yang kian menumpuk menggoda kita untuk mencari pelarian ke “dunia hitam” narkoba, minuman keras, prostitusi, dll.


Jadi, godaan itu bukan hanya di luar sana, tetapi justru di dalam diri kita. The great battle is not fought out there, it is here within our own selves. :-)


***





Dalam Matius 4:1-11 kita melihat kenyataan bahwa Yesus dibawa oleh Roh ke padang gurun untuk dicobai Iblis. Peristiwa itu terjadi setelah Yesus dibaptis, setelah Tuhan menyatakan bahwa Ia adalah Anak Allah yang terkasih, bahkan setelah ia berpuasa 40 hari 40 malam.


Tiga pencobaan yang Yesus hadapi dan alami sesungguhnya bisa diringkaskan menjadi satu hal, yaitu : PENCOBAAN ATAS KESIAPAN DIRI YESUS UNTUK MENYANGKAL DIRI DAN MEMIKUL SALIB (tentang “menyangkal diri dan memikul salib”, lihat tulisan saya sebelum ini). Kita tahu bersama bahwa misi utama Yesus di dunia adalah untuk menjadi penebus dan pendamai bagi dosa-dosa manusia melalui sengsara, kematianNya di kayu salib, dan kebangkitanNya mengalahkan kuasa maut dan belenggu dosa. Nah, rupanya Iblis tahu misi Yesus ini, and he did not waste any time. He went straight and right to the point. Lawan dari menyangkal diri dan memikul salib adalah “membenarkan diri dan memuaskan keinginan daging (keinginan dan hawa nafsu)”. Itulah inti dari ketiga pencobaan Iblis terhadap Yesus.


1. Yesus yang habis berpuasa, lelah dan lapar, dicobai untuk menyalahgunakan kekuasaanNya – menggunakan kharismata/karunia yang dimilikiNya untuk memuaskan keinginanNya sendiri. “Jika Engkau Anak Allah, perintahkanlah supaya batu-batu ini menjadi roti.” Yesus pun kemudian menanggapinya dengan Firman Tuhan dari Ulangan 8 : 3, “manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi manusia hidup dari segala yang diucapkan TUHAN.” Yesus menolak untuk mengarahkan hidupnya pada cara-cara cepat dan mudah untuk menjadi kenyang, untuk menjadi senang, untuk menjadi kaya, untuk menjadi berhasil. Yesus memilih untuk mengarahkan hidupnya sesuai kehendak Firman Tuhan. Yesus menolak untuk memakai karunia/kharismata yang dimilikiNya untuk kepentingan diri sendiri.


Thank God, Jesus did not fall for the first temptation! Wah, kebayang deh seandainya Yesus tergoda untuk mengubah batu menjadi roti demi memuaskan kelaparanNya, maka kita sekarang tidak mendapatkan figur teladan yang berkarakter begitu luar biasa. Teladan dunia ini sering kali mengecewakan … kelihatannya baik, tapi ternyata korupsi … kelihatannya saleh, tapi istrinya empat … weleh weleeeh


2. Iblis pun kemudian mencobai Yesus dengan menantang ego-Nya sebagai Anak Allah. Di sini misi penyangkalan diri Yesus-lah yang ditantang. Iblis berkata, “Jika Engkau Anak Allah, jatuhkanlah diri-Mu ke bawah, sebab ada tertulis: Mengenai Engkau Ia akan memerintahkan malaikat-malaikat-Nya dan mereka akan menatang Engkau di atas tangannya, supaya kaki-Mu jangan terantuk kepada batu.” Menghadapi itu, Yesus pun menjawab dari Firman Tuhan di Ulangan 6:16, “Janganlah kamu mencobai TUHAN, Allahmu.” Yesus menolak untuk mengarahkan hidupnya pada pemuasan ego dan pembenaran diri. Ia berpegang pada kehendak Tuhan, bahwa panggilan hidupNya adalah untuk menggunakan kemampuan Illahi-Nya untuk menolong sesama.


Sebagai buahnya, kita kini melihat Yesus sebagai role model untuk kerendahhatian dan penyangkalan diri. Perhatikanlah semua Injil – tidak pernah Yesus mengatakan atau membanggakan diriNya sebagai Mesias, Anak Allah, atau Juruselamat Dunia. Yesus merendahkan diriNya serendah-rendahnya, mengingkari semua ego-Nya, dan membiarkan nama Allah yang dimuliakan. Dan justru karena kerendahan hatiNya itulah, orang lain kemudian menyatakan pengakuan mereka bahwa Ia sungguh-sungguh adalah Mesias, Anak Allah, dan Juruselamat Dunia. Ingat kan, Petrus yang mengakui Yesus sebagai Mesias, Anak Allah yang hidup (Mat. 16:16), kepala pasukan Romawi dan prajurit-prajuritnya yang mengawal penyaliban Yesus mengakui bahwa Ia adalah Anak Allah (Mat. 27:54), and let’s not forget Thomas, yang menyebut Yesus sebagai Tuhan dan Allahnya (Yoh. 20:28). Kesombongan dan pembenaran diri tidak membuahkan apa-apa – kerendahan hatilah yang mencerahkan dunia dan membuat Allah tersenyum.





3. Pada pencobaan terakhir, Iblis telah mengetahui bahwa Yesus adalah orang yang cukup setia dengan komitmenNya pada misi penyangkalan diri dan salib. Karena itu pada pencobaan yang ketiga, ia tidak lagi mulai mencobai Yesus dengan mengatakan, “Jika Engkau Anak Allah …”, melainkan langsung mengatakan, “Semua itu – semua kerajaan dunia dengan segala kemegahan dan kekuasaannya – akan kuberikan kepada-Mu, jika Engkau sujud menyembah aku.” Kepada Yesus ditawari kekuasaan dan kemewahan hidup. Dan Yesus secara tegas menentang hal itu. Yesus lagi-lagi mengutip Ulangan 6:13 yang menyatakan, “Engkau harus takut akan TUHAN, Allahmu; kepada Dia haruslah engkau beribadah dan demi nama-Nya haruslah engkau bersumpah.”


Satan finally unleashed his ultimate weapon – temptation on power and wealth (money). Penyangkalan diri dan sengsara salib – keduanya merupakan lawan dari kekuasaan dan kemewahan hidup. And thank God, Jesus did not fall for that.


Ada pepatah dalam bahasa Inggris, “When money starts speaking, even the angels stop singing.” (“Saat uang mulai bicara, bahkan malaikat pun berhenti bernyanyi.”). Uang sering kali membuat orang buta. Uang sering kali membuat orang kehilangan arah kehidupan – baik disadari maupun tidak disadari. Uang, karir, kekayaan, kekuasaan, kedudukan, jabatan, pangkat, itu semua sering kali membuat orang mengarahkan orientasi hidupnya kepada diri sendiri, dan lupa akan kehendak Tuhan. Uang, karir, kekayaan, kekuasaan, kedudukan, jabatan, pangkat, sering kali membuat orang mau bekerja sama atau sekedar tutup mata atau membiarkan terjadinya korupsi, kolusi, dan berbagai kejahatan yang terjadi di sekitar dirinya. Entah karena kejahatan itu membawa keuntungan langsung bagi dirinya, atau karena kalau dia menentang praktek kejahatan itu, maka dia akan kehilangan pekerjaan atau bisnisnya. Kalau seseorang bersikap seperti itu, sebenarnya dia sama saja dengan bekerja sama dengan si Iblis.




Sikap Yesus dalam menghadapi pencobaan dalam puasa 40 hari-Nya di padang gurun, memberikan kita teladan yang sangat jernih dan jelas tentang bagaimana kita harus mengarahkan hidup kita. Jangan mengarahkan hidup kita pada uang, kekayaan, atau kekuasaan, yang membuat hidup kita kehilangan arah dan melupakan kehendak Tuhan. Ingatlah misi utama hidup kita : mengikut Yesus, menyangkal diri, dan memikul salib. Ingatlah juga untuk terus bersahabat dengan Tuhan, bukan dengan Iblis. Jangan pernah mau untuk berkompromi dengan Iblis dalam kehidupan kita. Tuhanlah yang memiliki dan menjaga kehidupan kita.


Tuhan memberkati. Amen.


Pangkalanjati, 1 September 2008

jk


Thanks to esermons dot com and corbis dot com for the wonderful pics. :-)




Tidak ada komentar: